Minggu, 27 November 2011

Analisis Mengenai Dmapak Lingkungan ( AMDAL )

Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidupyang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan di Indonesia. AMDAL ini dibuat saat perencanaan suatu proyek yang diperkirakan akan memberikan pengaruh terhadap lingkungan hidup di sekitarnya. Yang dimaksud lingkungan hidup di sini adalah aspek Abiotik, Biotik, dan Kultural. Dasar hukum AMDAL adalah Peraturan PemerintahNo. 27 Tahun 1999 tentang "Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup".


Dokumen AMDAL terdiri dari :

  • Dokumen Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan Hidup (KA-ANDAL)
  • Dokumen Analisis Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL)
  • Dokumen Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL)
  • Dokumen Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL)


AMDAL digunakan untuk:

  • Bahan bagi perencanaan pembangunan wilayah
  • Membantu proses pengambilan keputusan tentang kelayakan lingkungan hidup dari rencana usaha dan/atau kegiatan
  • Memberi masukan untuk penyusunan disain rinci teknis dari rencana usaha dan/atau kegiatan
  • Memberi masukan untuk penyusunan rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup
  • Memberi informasi bagi masyarakat atas dampak yang ditimbulkan dari suatu rencana usaha dan atau kegiatan


Pihak-pihak yang terlibat dalam proses AMDAL adalah:

  • Komisi Penilai AMDAL, komisi yang bertugas menilai dokumen AMDAL
  • Pemrakarsa, orang atau badan hukum yang bertanggungjawab atas suatu rencana usaha dan/atau kegiatan yang akan dilaksanakan, dan
  • masyarakat yang berkepentingan, masyarakat yang terpengaruh atas segala bentuk keputusan dalam proses AMDAL.

Dalam pelaksanaannya, terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan, yaitu:


  1. Penentuan kriteria wajib AMDAL, saat ini, Indonesia menggunakan/menerapkan penapisan 1 langkah dengan menggunakan daftar kegiatan wajib AMDAL (one step scoping by pre request list). Daftar kegiatan wajib AMDAL dapat dilihat di Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 11 Tahun 2006
  2. Apabila kegiatan tidak tercantum dalam peraturan tersebut, maka wajib menyusun UKL-UPL, sesuai dengan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 86 Tahun 2002
  3. Penyusunan AMDAL menggunakan Pedoman Penyusunan AMDAL sesuai dengan Permen LH NO. 08/2006
  4. Kewenangan Penilaian didasarkan oleh Permen LH no. 05/2008



~ STUDI KASUS AMDAL ~

Banda Aceh l Harian Aceh—Walikota Sabang, Munawarliza Zainal, meminta Badan Pengusahaan Kawasan Sabang dan Pelabuhan bebas Sabang (BPKS) untuk menghentikan seluruh kegiatan reklamasi pantai Sabang berikut serta perluasan kawasan indstri Balohan karena tidak memiliki analisa mengenai dampak lingkungan (Amdal).

“Saya sudah bertemu gubernur dan menyampaikan agar reklamasi itu dihentikan sampai ada amdalnya,” kata Munawarliza, kepada Harian Aceh, kemarin.
Menurut dia, permintaan penghentian disampaikan melalui surat ke BPKS. “Dengan gubernur kita membahas surat tersebut,” katanya, menambahkan bahwa dirinya telah mengirim surat 3 Maret 2008. Selain ditujukan ke BPKS, surat walikota ditembuskan ke Gubernur Aceh dan Bapedalda Provinsi NAD. Belum adanya studi Amdal itu sendiri berdasar pengakuan Kepala Bapedalda Provinsi NAD bahwa semua proyek reklamasi/pembangunan pelabuhan Sabang dan kawasan industri di Balohan Sabang sama sekali belum ada studi amdalnya. Padahal dalam laporan yang disampaikan manajemen BPKS dalam rapat dengan DKS pada 14 Februari 2008 lalu, diakui kepala BPKS sudah dibuat Amdalnya.

Walikota sendiri mengaku bertemu Gubernur Irwandi Yusuf di sela-sela kesibukan gubernur menyeleksi calon pejabat eselon II yang diumumkan Rabu (5/2). Setelah pertemuan itu, Walikota Sabang memerintahkan Bapedalda Kota Sabang mengecek keakuratan data setelah terjadi silang pendapat. Kini sudah diketahui bahwa Bapedalda NAD sama sekali belum membahas Amdal BPKS. “Jangankan mengeluarkan rekomendasi, menganalisa saja belum,” kata Munawarliza. Atas dasar laporan ini, Walikota akhirnya mengeluarkan surat pemberhentian pelaksanan proyek tersebut, sampai ada keputusan yang tetap tentang Amdalnya. Gara-gara keteledoran pemimpin BPKS ini, wacana tentang penggantian manajemen badan ini semakin menguat. Dan ini memberikan jalan mulus bagi Gubernur Irwandi untuk mengganti Syaiful Achmad dari ketua BPKS. “Pertemuan dengan gubernur memang langsung mengevaluasi kinerja manajemen BPKS,” kata Munawarliza. Masalahnya, proyek pembangunan yang dilaksanakan BPKS tanpa Amdal itu jelas manipulasi data laporannya ke Dewan Kawasan Sabang (DKS) yang diketua gubernur. Ketua BPKS, Teuku Syaiful Achmad, mengaku memang soal Amdal dinilai bermasalah. Akan tetapi, ini tidak dapat dijadikan acuan dasar untuk mengganti manajemen BPKS.

Ada beberapa perbaikan yang sudah disepakati bersama dalam rapat dengan Dewan Kawasan Sabang (DKS) pada 14 Februari lalu, yaitu masalah Amdal pelabuhan Hubport yang jadi masalah. “Dengan diterimanya Amdal pada rapat Komite Amdal Aceh tanggal 3 Maret 2008, masalah Amdal Hubport Sabang selesai,” katanya. Pembangunan Hubport Teluk Sabang, kata dia, dikembangkan oleh sementara pihak. Namun perlu diketahui juga, seakan-akan tidak diterimanya Dublin Port, padahal kini sudah dituntaskan. Pada rapat BPKS dengan Dublin Port 17-18 di Jakarta dan dipertegas kembali dalam rapat BPKS-Dublin Port di Hermes Palace Hotel Banda Aceh, Senin (3/3), masalah itu sudah selesai.

Manajemen juga sedang menyiapkan neraca BPKS untuk ditanda tangani dan segera kita laporkan ke gubernur selaku ketua DKS. “Inilah poin-poin penting dari beberapa kekurangan manajemen BPKS yang sedang menjadi sorotan publik dan sudah kita tuntaskan,” ungkap Syaiful. Walikota Sabang selaku anggota DKS menyatakan jawaban Ketua BPKS hanya jawaban normatif. Rapat komite Amdal di kantor Bapedalda Provinsi NAD belum ada keputusan kesepakatan Amdal, tetapi baru dibahas kerangka acuan Amdalnya. “Jadi perlu diketahui oleh semua, pihak Komite Amdal Bapedalda provinsi NAD masih membahas kerangka acuan,” tegas Munawar. Jadi? “Proyek itu harus dihentikan dulu. Ini bukan untuk menghambat pembangunan yang dilaksanakan oleh BPKS,” katanya. “Kita harus bekerja sesuai aturan yang berlaku, serta amanah untuk melestarikan, menjaga terjadinya kerusakan ekosistem alam di Kota Sabang,” demikian Munawarliza


- http://harian-aceh.com/index.php?option=com_content&task=view&id=2072&Itemid=27

Perjanjian Antara Owner dan Arsitek

Suatu hubungan kerja terjadi sejak adanya suatu penugasan dari pihak kesatu atau Pengguna Jasa kepada pihak kedua atau Penyedia Jasa / Arsitek yang dituangkan dalam Surat Penugasan/ Perintah Kerja secara lisan ataupun secara tertulis.

Perjanjian Kerja adalah suatu ikatan hubungan kerja secara tertulis yang mempunyai kekuatan hukum antara pihak Pengguna Jasa dan Arsitek yang menjalin hubungan kerja, dimana didalamnya diterangkan dengan jelas dan tegas sekurang-kurangnya tentang lingkup pekerjaan atau tugas dan uraiannya, serta penetapan batasan waktu dan anggaran, serta Imbalan Jasa maupun biaya penggantian serta tata cara pembayarannya, yang sesuai dan mangacu serta tidak boleh bertentangan dengan Undang-undang Jasa Konstruksi dan Peraturan Pemerintah tentang Penyelenggaraan Konstruksi dan atau mengikuti ketentuan Standar Perjanjian Kerja Konstruksi untuk jasa Perencanaan-Perancangan

Terkadang ada kesalahan-kesalahan tak terduga yang terjadi dan itu semua tentu saja dapat membuat kerugian yang besar. Maka dari itu untuk menghindari kerugian yang besar dari pihak owner ataupun dari pihak arsitek disediakan segala macam asuransi yang diperlukan untuk menutup risiko kegagalan bangunan yang diakibatkan kesalahan rencana-rancangan yang dibuat arsitek sebagai perencana perancang bangunan,seperti antara lain : indemnity proffesional liability insurance dan lain-lainnya.

Kewajiban dan Hak arsitek

Dalam melakukan tugas profesi, maka arsitek mempunyai kewajiban antara lain sebagai berikut :

a. Memberikan keahlian dan kemampuannya sesuai dengan standar kinerja keahlian arsitek

b. Memenuhi syarat-syarat Kerangka Acuan Kerja/ KAK Perencanaan Perancangan yang ditentukan oleh Pengguna Jasa pada setiap tahap pekerjaan, kecuali apabila syarat-syarat tersebut tidak dapat dilaksanakan oleh Arsitek dan mengenai hal tersebut telah diberitahukan kepada Pengguna Jasa sebelum atau pada waktu pelaksanaan pekerjaan.

c. Mengindahkan dan menguasai peraturan dan perundang-undangan yang berlaku bagi terlaksanannya penyelenggaraan konstruksi.

d. Melakukan tugas koordinasi pekerjaan perencanaan perancangan dengan ahli atau sekelompok ahli/ konsultan lainnya, baik yang ditunjuk langsung oleh Pengguna Jasa ataupun oleh Arsitek, agar proses perencanaan perancangan dapat memenuhi sasaran mutu, waktu dan biaya.

e. Ketidaksempurnaan/ kesalahan pekerjaan dalam bidang perencanaan perancangan menjadi tanggungjawab masing-masing ahli/ konsultan bidang yang bersangkutan.

f. Melakukan pengawasan berkala atau pemeriksaan konstruksi, agar konstruksi dilaksanakan sesuai dengan gambar-gambar perencanan perancangan, Rencana Kerja dan Syarat-syarat / RKS serta ketentuan-ketentuan lain yang berlaku.

(2) Hak dan Wewenang Arsitek

Dalam melakukan tugas profesionalnya, maka Arsitek berhak dan berwenang :

  1. Mendapatkan Imbalan Jasa atas layanan jasa profesional yang telah dikerjakan sesuai ketentuan yang berlaku
  2. Mendapatkan Imbalan Jasa tambahan apabila Pengguna Jasa melakukan penambahan penugasan atau melakukan permintaan perubahan perencanaan perancangan atas rancangan yang telah disetujui sebelumnya.
  3. Menolak segala bentuk penilaian estetika atas hasil karyanya oleh Pengawas Terpadu ataupun oleh Pengguna Jasa.
  4. Mengembalikan penugasan yang telah diberikan kepadanya karena alasan-alasan :

- Pertimbangan dalam dirinya

- Akibat hal yang diluar kekuasaan kedua belah pihak (force Majeure)

- Akibat kelalaian Pengguna Jasa

Penyelesaian akibat-akibat yang timbul dari pengembalian tugas tersebut diatur dalam Bab Ketentuan Imbalan Jasa.

e. Mengajukan perubahan perencanaan perancangan dan mengambil tindakan-tindakan yang dianggap perlu untuk memenuhi persyaratan konstruksi dan segera menginformasikan kepada Pengguna Jasa atas perubahan tersebut, termasuk perubahan waktu dan biaya yang diakibatkan atas perubahan tersebut yang akan menjadi beban pihak Pengguna Jasa.

  1. Dalam pengawasan berkala arsitektur, maka Arsitek mempunyai hak dan wewenang untuk :

- Memerintahkan Pelaksana Konstruksi secara tertulis melalui Pengawas Terpadu untuk melakukan pekerjaan tersebut dengan persetujuan terlebih dahulu dari Pengguna Jasa, dengan syarat jumlah biaya pekerjaan tambahan tersebut tidak melebihi biaya yang telah dialokasikan untuk pekerjaan tersebut, dan atau tidak melebihi biaya yang dialokasikan untuk pekerjaan tidak terduga, dan atau tidak melebihi 10 % dari biaya konstruksi.

- Menilai pembayaran angsuran tahap pekerjaan konstruksi yang telah diselesaikan dan menjadi hak Pelaksana Konstruksi, sesuai dengan penilaian besarnya bobot prestasi pekerjaan yang telah dilaksanakan sampai dengan waktu tertentu, yang kemudian direkomendasikan kepada Pengguna Jasa untuk melaksanakan pembayaran angsuran pekerjaan pelaksanaan konstruksi.

Kewajiban dan Hak Pengguna Jasa

Kewajiban Pengguna Jasa

Atas penugasan pekerjaan perencanaan perancangan arsitektur yang diberikan kepada Arsitek, maka Pengguna Jasa mempunyai tanggungjawab dan kewajiban meliputi :

a. Memberikan kerangka acuan kerja yang merupakan pedoman dan dasar pekerjaan perencanaan perancangan arsitektur, serta menjadi bagian yang tidak terpisahkan dan dilampirkan pada Surat Perjanjian Kerja Arsitek dan Pengguna Jasa.

Kerangka acuan kerja mencakup keterangan dan uraian yang jelas mengenai maksud dan tujuan penugasan yang meliputi program dan persyaratan termasuk jenis dan luas bangunan, batasan dana yang tersedia serta waktu pelaksanaan konstruksi yang disyaratkan Pengguna Jasa.

b. Memberikan informasi, uraian dan diskripsi mengenai proyek yang dimaksud meliputi antara lain :

- Persyaratan pekerjaan, data kondisi lahan dan tanah serta lingkungan.

- Pengadaan data primer/ hasil survai yang diperlukan oleh proyek, antara lain penyelidikan tanah, pemetaan tanah dan lain-lain yang dilaksanakan oleh Ahli yang direkomendasikan oleh Arsitek atau ditunjuk berdasarkan syarat-syarat Pelaksanaan Pekerjaan yang disiapkan oleh Arsitek.

- Seluruh biaya untuk mendapatkan data/ informasi dan dokumen tersebut menjadi tanggungjawab Pengguna Jasa.

c. Memberikan keputusan dan persetujuan yang diperlukan oleh Arsitek guna melanjutkan tugasnya dalam waktu yang telah disepakati atau selambat-lambatnya tidak melebihi waktu 1 (satu) bulan untuk tiap-tiap tahap penugasan.

d. Memahami seluruh dokumen yang diserahkan dan atau pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kepadanya atau kuasanya oleh Arsitek dalam kaitannya dengan pekerjaan serta memberikan keputusan segera untuk tidak menghambat pekerjaan Arsitek.

e. Tidak mengeluarkan instruksi apapun secara langsung kepada Pelaksana Konstruksi dan atau Sub Pelaksana Konstruksi selama Pelaksanaan Konstruksi melainkan hanya melalui Arsitek.

f. Membayar biaya-biaya perijinan yang diperlukan dan pungutan-pungutan lain dalam Pelaksanaan Konstruksi.

g. Memberikan Imbalan Jasa kepada Arsitek atas penugasan kepadanya, meliputi Imbalan Jasa perencanaan perancangan dan biaya-biaya lain / Biaya Langsung Non Personil / Reimbursable yang dikeluarkan berkenaan dengan proyek sesuai Ketentuan Imbalan Jasa dan biaya penggantian.

h. Menjamin keamanan tempat kerja, menutup asuransi pertanggungan atas kegagalan bangunan dan pertanggungan atas keselamatan umum, baik atas beban sendiri maupun bersama-sama dengan Pelaksana Konstruksi.

i. Menunjuk seorang kuasa yang bertindak atas namanya selama Pengguna Jasa tidak berada ditempat. Apabila Pengguna Jasa atau kuasanya tidak berada ditempat, Arsitek dapat bertindak atau mengambil keputusan atas nama Pengguna Jasa secara bijaksana.

Hak Pengguna Jasa

a. Pengguna Jasa berhak mendapatkan 3 (tiga) salinan dokumen perencanaan perancangan secara cuma-cuma, selanjutnya sampai dengan 5 (lima) tahun setelah selesainya penugasan, Pengguna Jasa berhak mendapatkan tambahan dengan biaya penggantian.

b. Pengguna Jasa berhak meminta Arsitek untuk merubah Pra-Rancangan yang telah disetujuinya, sebanyak-banyaknya 2 (dua) kali dengan Imbalan Jasa tambahan sesuai Ketentuan Imbalan Jasa.

c. Pengguna Jasa berhak menuntut ganti rugi kepada Arsitek bilamana terjadi kelambatan penyelesaian tugasnya yang semata-mata disebabkan oleh kelalaian/ kelambatan Arsitek


Standar/Format Perjanjian Kerja

Pekerjaan Perencanaan Perancangan

PERJANJIAN KERJA

PEKERJAAN PERENCANAAN PERANCANGAN

No. : ……………………………………

Perjanjian ini dibuat pada hari .................. tanggal ...................... bulan .............................. tahun ....................................., antara :

A. N a m a : ...........................................................

Jabatan : ...........................................................

Alamat : ...........................................................

Selanjutnya disebut PIHAK PERTAMA.

B. N a m a : ...........................................................

Jabatan : ...........................................................

Alamat : ...........................................................

Selanjutnya disebut PIHAK KEDUA.

PIHAK PERTAMA menugasi PIHAK KEDUA untuk melaksanakan pekerjaan Perencanaan Perancangan ……………………………………………………………………………………… yang berlokasi di …………………………………………………………………………………………

Selanjutnya disebut PROYEK.

KEDUA BELAH PIHAK sepakat untuk mengadakan Perjanjian Kerja yang saling mengikat, sesuai dengan ketentuan dan syarat-syarat sebagaimana tercantum dalam pasal-pasal sebagai berikut :

Pasal 1

DASAR PERJANJIAN KERJA

(1) Kerangka Acuan Kerja (KAK) / Term of Reference (TOR)

(2) Pedoman Hubungan Kerja antara Arsitek dengan Pengguna Jasa, tahun 2001, yang dikeluarkan oleh Ikatan Arsitek Indonesia (IAI).

(3) Surat Penawaran PIHAK KEDUA yang disetujui oleh PIHAK PERTAMA.

(4) Surat Perintah Kerja (SPK) PIHAK PERTAMA kepada PIHAK KEDUA, Nomor ………………. Tanggal …………….

Pasal 2

TUGAS PEKERJAAN

(1) PIHAK PERTAMA menugasi PIHAK KEDUA untuk melaksanakan Pekerjaan Perencanaan Perancangan ……………………………………………………………. yang berlokasi di ………………………………………………………….

(2) Rincian Tugas Perencanaan Perancangan adalah sebagai berikut :

a. Konsepsi Perencanaan Perancangan

b. Pra Rancangan / Schematic Design

c. Pengembangan Rancangan dan Gambar Kerja

d. Penyiapan Dokumen Pelelangan dan Proses Pelelangan

e. Pengawasan Berkala / Periodic Inspection

Pasal 3

JANGKA WAKTU PELAKSANAAN TUGAS

Jangka waktu pelaksanaan tugas Perencanaan Perancangan adalah sebagai berikut :

(1) Pekerjaan sesuai Pasal 2 ayat a,b dan c :

* Konsepsi Perencanaan Perancangan

* Pra Rancangan / Schematic Design

* Pengembangan Rancangan dan Gambar Kerja

Diselesaikan oleh PIHAK KEDUA selambat-lambatnya ……… (……) hari kalender terhitung dari tanggal ditandatanganinya Perjanjian Kerja ini atau selambat-lambatnya tanggal ………………

(2) Pekerjaan sesuai Pasal 2 ayat d :

* Penyiapan Dokumen Pelelangan dan Proses Pelelangan

Diselesaikan oleh PIHAK KEDUA sesuai dengan jadwal Pelelangan yang dibuat dan disepakati oleh PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA

(3) Pekerjaan sesuai Pasal 2 ayat e :

* Pengawasan Berkala / Periodic Inspection

Diselesaikan oleh PIHAK KEDUA sesuai dengan jadwal waktu pelaksanaan pembangunan / konstruksi fisik yang disepakati bersama oleh PIHAK PERTAMA dengan KONTRAKTOR, seperti yang tertera pada Perjanjian Kerja Pemborongan. Yaitu dihitung dari saat mulainya Pekerjaan Persiapan sampai berakhirnya Pelaksanaan Pembangunan / Konstruksi Fisik (prestasi pelaksanaan 100%)

Pasal 4

KEWAJIBAN DAN TANGGUNG JAWAB PIHAK KEDUA

(1) PIHAK KEDUA bertanggung jawab atas hasil perencanaan perancangan Arsitektur yang dibuatnya.

(2) PIHAK KEDUA wajib melaksanakan tugasnya dengan segala kemampuan, keahlian dan pengalaman yang dimilikinya sehingga pelaksanaan pekerjaan Perencanaan Perancangan sesuai dengan Pedoman / Persyaratan dan ketentuan-ketentuan yang berlaku.

(3) PIHAK KEDUA wajib mengamankan kepentingan PIHAK PERTAMA dan berusaha mencapai hasil Perencanaan Perancangan yang terbaik dalam jangka waktu dan anggaran biaya yang tersedia.

(4) PIHAK KEDUA wajib memperhatikan semua peraturan dan undang-undang yang berlaku sehubungan dengan pelaksanaan pekerjaan ini, termasuk kebiasaan, tradisi dan tata laksana yang lazim berlaku.

(5) PIHAK KEDUA tidak diperkenankan mengalihkan tugas yang diterimanya kepada pihak lain, kecuali dengan persetujuan PIHAK PERTAMA

(6) PIHAK KEDUA harus bersedia memberikan cetakan-cetakan dari dokumen pekerjaan Perencanaan Perancangan yang telah dikerjakannya kepada PIHAK PERTAMA apabila sewaktu-waktu dibutuhkan, diluar kewajiban yang harus diberikan oleh PIHAK KEDUA sesui yang tersebut pada Pasal 6 ayat (2) Perjanjian ini, dengan tanggungan biaya oleh PIHAK PERTAMA.

(7) PIHAK KEDUA wajib menjaga kerahasiaan proyek ini dan ikut memastikan agar informasi proyek tidak disalahgunakan oleh pihak-pihak yang tidak berkepentingan.

(8) PIHAK KEDUA harus dapat bekerja sama dengan PIHAK PERTAMA dan pihak-pihak lain yang ditunjuk oleh PIHAK PERTAMA sehubungan dengan proyek ini.

(9) PIHAK KEDUA wajib menunjuk wakilnya yang berpengalaman untuk pelaksanaan tugas dalam proyek ini sebagai wakil dari PIHAK KEDUA dan bekerja untuk dan atas nama PIHAK KEDUA.

Untuk PIHAK KEDUA :

Nama : …………………………………..

Jabatan : …………………………………..

Telepon No. : …………………………………..

Fax No. : …………………………………..

Pasal 5

KEWAJIBAN DAN TANGGUNG JAWAB PIHAK PERTAMA

PIHAK PERTAMA wajib memberikan petunjuk yang jelas kepada PIHAK KEDUA tentang maksud, tujuan serta tata laksana pembangunan yang diinginkan, termasuk jadwal dan anggaran biaya pembangunan serta program pembangunan berupa Kerangka Acuan Kerja (KAK) / Term of Reference (TOR).

PIHAK PERTAMA wajib menyiapkan dan memberikan data, informasi, rekomendasi dan atau mengambil tindakan-tindakan yang diperlukan oleh PIHAK KEDUA untuk keperluan / kelancaran Proyek.

PIHAK PERTAMA wajib melakukan pemeriksaan dan memberikan persetujuan atas hasil pekerjaan PIHAK KEDUA selambat-lambatnya dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja setelah gambar-gambar dan atau dokumen-dokumen diserahkan dan dijelaskan oleh PIHAK KEDUA.

PIHAK PERTAMA wajib memberikan fasilitas secukupnya kepada PIHAK KEDUA dalam rangka pelaksanaan pekerjaan ini, termasuk pemberian ijin untuk setiap waktu masuk ke lokasi proyek dan pemberian surat pengantar dalam rangka menghubungi instansi-instansi yang bersangkutan.

PIHAK PERTAMA wajib membayar Imbalan Jasa sehubungan dengan pekerjaan Perencanaan Perancangan ini kepada PIHAK KEDUA sesuai yang tersebut dalam Pasal 6 Perjanjian Kerja ini.

PIHAK PERTAMA wajib untuk menunjuk wakil-wakilnya yang diberi wewenang untuk mewakili PIHAK PERTAMA dengan hak menjalankan / menolak keputusan / persetujuan untuk dan atas nama PIHAK PERTAMA sehubungan dengan dibuatnya Perjanjian Kerja ini untuk kepentingan Proyek dimana wakil tersebut bertugas untuk membina hubungan kerja yang baik dengan PIHAK KEDUA serta pihak-pihak lain yang bersangkutan dalam Proyek.

Untuk PIHAK PERTAMA :

Nama : …………………………………..

Jabatan : …………………………………..

Telepon No. : …………………………………..

Fax No. : …………………………………..

Pasal 6

BIAYA PERENCANAAN PERANCANGAN

(1) Besarnya Imbalan Jasa / Biaya Perencanaan Perancangan adalah Rp. ……………… (……………………….. rupiah), tidak termasuk PPN 10%.

(2) Hal-hal yang termasuk di dalam Imbalan Jasa / Biaya Perencanaan Perancangan adalah :

a. Pajak Penghasilan (PPH) atas Imbalan Jasa PIHAK KEDUA.

b. Gaji, honorarium dari personil yang ditugaskan langsung maupun tidak langsung pada Proyek.

c. Biaya cetak 3 (tiga) copy untuk dokumen lelang.

d. Segala bentuk asuransi yang harus dipenuhi PIHAK KEDUA sehubungan dengan pekerjaannya.

(3) Hal-hal yang tidak termasuk dalam Imbalan Jasa / Biaya Perencanaan Perancangan dan menjadi tanggungan atau diganti oleh PIHAK PERTAMA adalah :

a. PPN (Pajak Pertambahan Nilai).

b. Biaya perbanyakan dokumen baik cetak biru dan foto copy diluar 3 (tiga) copy yang menjadi kewajiban PIHAK KEDUA.

c. Biaya pembuatan dokumen tambahan untuk kepentingan Marketing.

d. Biaya survey ke luar kota / negeri.

e. Biaya reproduksi dokumen koordinasi antar disiplin dalam rangka penyelesaian proyek.

Pasal 7

PELAKSANAAN PEMBAYARAN

Pelaksanaan pembayaran Imbalan Jasa / Biaya Perencanaan Perancangan oleh PIHAK PERTAMA kepada PIHAK KEDUA diatur dengan angsuran sebagai berikut :

(1) Angsuran Pertama :

……% dari Jumlah biaya Perencanaan Perancangan, atau sebesar Rp.…........................ (................................... rupiah) setelah …………………………………………………….

(2) Angsuran Kedua :

……% dari Jumlah biaya Perencanaan Perancangan, atau sebesar Rp.…........................ (................................... rupiah) dibayar setelah …………………………………………………….

(3) dan seterusnya

Pasal 8

PEKERJAAN TAMBAH KURANG

Untuk pekerjaan tambah dan kurang selain dari paket pekerjaan seperti tercantum dalam Pasal 2 Perjanjian Kerja ini, maka Imbalan Jasanya diperhitungkan berdasarkan musyawarah KEDUA BELAH PIHAK atau akan diadakan negosiasi kembali antara PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA yang akan dituangkan dalam bentuk perjanjian tambahan (addendum) yang merupakan bagian tidak terpisahkan sari Perjanjian Kerja ini.

Pasal 9

SANKSI DAN DENDA

(1) Bila PIHAK KEDUA terlambat menyelesaikan pekerjaan seperti tersebut pada pasal 3 diatas, maka kepada PIHAK KEDUA akan dikenakan denda sebesar ….% dari jumlah biaya Perencanaan Perancangan untuk setiap hari keterlambatan.

(2) Jumlah denda maksimal adalah sebesar 5% dari jumlah biaya Perencanaan Perancangan atau sebesar Rp. ………………… (……………………………………. Rupaih).

Pasal 10

PEMUTUSAN HUBUNGAN KERJA

Bila denda telah mencapai maksimal, dan PIHAK KEDUA tidak dapat memberi alas an yang dapat dipertanggungjawabkan, maka PIHAK PERTAMA dapat memutuskan hubungan kerja secara sepihak dengan PIHAK KEDUA dan dapat menunjuk Konsultan lain untuk melanjutkan pekerjaan tersebut.

Untuk seterusnya segala sesuatu mengenai pemutusan hubungan kerja ini diatur menurut Pedoman Hubungan Kerja antara Arsitek dengan Pengguna Jasa tahun 2001 yang dikeluarkan oleh Ikatan Arsitek Indonesia (IAI).

Pasal 11

FORCE MAJEURE

(1) Ketentuan untuk melaksanakan jasa sesuai dengan jadwal seperti diatur dalam Pasal 3 Perjanjian kerja ini tidak berlaku bila terjadi Keadaan Memaksa / Force Majeure.

Yang dimaksud dengan Keadaan Memaksa / Force Majeure menurut Perjanjian Kerja ini adalah : Bencana alam, Perang, Pemogokan umum, Sabotase, Wabah, Kebakaran, Blokade, Revolusi dan Huru-hara atau keadaan yang secara wajar tidak dapat dihindari serta berada diluar kemampuan manusia, kebijaksanaan / peraturan pemerintah di bidang moneter, dll.

(2) Segera setelah mengetahui adanya Force Majeure, PIHAK KEDUA akan menyampaikan kepada PIHAK PERTAMA secara tertulis tentang hal tersebut selambat-lambatnya dalam 7 (tujuh) hari kalender, untuk dapat diadakan pemecahan oleh pihak-pihak yang berkepentingan.

Pasal 12

PERSELISIHAN

(1) Pada dasarnya bila terjadi perselisihan antara KEDUA BELAH PIHAK akan diselesaikan secara musyawarah.

(2) Bila dengan musyawarah tidak mencapai kesepakatan, maka persoalannya akan diserahkan kepada Panitia Pendamai. Biaya pengadaan Panitia Pendamai ditanggung oleh PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA secara prorata.

(3) Bila Panitia Pendamai tersebut tidak dapat menyelesaikan perselisihan, maka perkaranya akan diteruskan kepada Pengadilan Negeri yang berwenang untuk memutuskannya.

Pasal 13

P E N U T U P

1. Perjanjian Kerja ini dibuat dalam rangkap ....... (..........) dan berlaku sejak ditandatangani oleh KEDUA BELAH PIHAK.

2. Bila terjadi kekeliruan atau perubahan atas Perjanjian Kerja ini, maka atas persetujuan KEDUA BELAH PIHAK dapat dibuat Perjanjian Kerja Tambahan / Addendum.

PIHAK KEDUA PIHAK PERTAMA

..................................................... .................................................


CONTOH SURAT PERJANJIAN HUBUNGAN KERJA antara ARSITEK dan PEMBERI TUGAS

Yang bertanda tangan di bawah ini :
1. Nama :
Tempat / Tgl lahir :
Pekerjaan :
Nomor KTP :
Alamat :

Email / YM :
No HP :
yang selanjutnya dalam surat ini disebut PIHAK PEMBERI TUGAS
2. Nama : Rachmadi Triatmojo
Tempat / Tgl lahir : Malang, 24 Oktober 1964
Pekerjaan : Arsitek
Nomor KTP : 33.0809.241064.0070
Alamat : Dsn. Batikan, RT 002 RW 015, Pabelan, Mungkid, Magelang, Jawa Tengah.
Email / YM : rachmaditriatmojo@yahoo.com
No HP : 08129511780, 081903947639, 02935592759
yang selanjutnya dalam surat ini disebut PIHAK ARSITEK.

Dengan ini menyatakan atas dasar sukarela, itikad baik dan sejujur-jujurnya bahwa PIHAK PEMBERI TUGAS akan benar-benar mengadakan Hubungan Kerja dengan PIHAK ARSITEK.

Adapun batasan-batasan Perjanjian Hubungan Kerja adalah sebagai berikut :
1.Lingkup Pekerjaan
Lingkup Pekerjaan yang akan dilaksanakan adalah : LINGKUP PEKERJAAN POKOK yang terdiri dari (Rincian Pekerjaan dapat dilihat pada Aturan Main antara Arsitek dan Pemberi Tugas yang dilampirkan) :
a. Tahap Konsepsi & Perancangan
b. Tahap Rancangan Pelaksanaan
c. Tahap Pembuatan Dokumen Pelaksanaan / Gambar Kerja
dari Rumah Tinggal dengan lokasi lahan (tapak) di Jalan ............... seluas ........... m2 (copy gambar lokasi tapak terlampir)
2.Batas Waktu Penugasan
1. Untuk mengetahui perkiraan waktu penugasan, maka perlu diketahui lebih dahulu perkiraan luas bangunan rumah yang diinginkan Pemberi Tugas. Berdasarkan permintaan program ruang dalam Rumah dari pihak Pemberi Tugas, adalah :
  • 6 Kamar Tidur (1 Kamar Tidur Utama, 1 Kamar Tidur Tamu, 3 Kamar Tidur Anak, 1 Kamar Pembantu)
  • Ruang Tamu
  • Ruang Makan
  • Ruang Keluarga
  • 3 Kamar Mandi / WC
  • Ruang Santai / Perpustakaan
  • Dapur / Pantry
Adapun Ruang dalam yang di usulkan Arsitek adalah :
  • Kamar Mandi / WC Pembantu
Dari Program Ruang tersebut, maka dapat diperkirakan (bisa kurang, bisa lebih setelah desain disetujui Pemberi Tugas dan ditetapkan) seluas 120 m2 (seratus dua puluh meter persegi), maka Perkiraan waktu Penugasan adalah :
a. Tahap Konsepsi & Perancangan
1 jam x 120 = 120 jam / 7 jam = ~17 hari kerja (dihitung dari mulai berlakunya perjanjian pada Tahap Konsepsi & Perancangan ini)
b. Tahap Rancangan Pelaksanaan
¾ jam x 120 = 90 jam / 7 jam = ~ 13 hari kerja (dihitung mulai dari berlakunya perjanjian pada Tahap Rancangan Pelaksana ini)
c. Tahap Pembuatan Dokumen Pelaksanaan / Gambar Kerja
¾ jam x 120 = 90 jam / 7 jam = ~ 13 hari kerja (dihitung mulai dari berlakunya perjanjian pada Tahap Pembuatan Dokumen Pelaksanaan / Gambar Kerja ini)
2. Hari Kerja adalah hari-hari kerja yang tidak termasuk hari libur mingguan dan hari-hari libur sesuai kesepakatan Pihak Pemberi Tugas dan Pihak Arsitek.
3.Imbalan Jasa
Imbalan jasa di hitung berdasarkan prosentase (3%) dari Rencana Anggaran Biaya.
Berdasarkan informasi dari saudara sepupu Arsitek sendiri, yaitu Bapak Ir. Iwan Haryadji Satyawan (Arsitek berdomisili di ..........) dan diperkuat oleh adiknya Bapak Ir. Denny Sadhana (Arsitek berdomisili di ..........) bahwa, biaya bangunan rumah tinggal di daerah ............. dan sekitarnya pada tahun ini (2010, dan apabila belum mengalami kenaikan) adalah :
a. Rumah murah sekitar Rp. 2.000.000,-/m2
b. Rumah sedang sekitar Rp. 2.750.000,-/m2
c. Rumah mewah pakai kayu jati jateng tidak lepas mata sekitar Rp. 3.500.000,-/m2
Dari sini dapat diperkirakan biaya bangunan rumah (Untuk proyek ini Arsitek memakai standar biaya bangunan rumah murah yaitu : sekitar Rp. 2.000.000,-/m2) :
120 m2 x Rp. 2.000.000,- = Rp 240.000.000.- (dua ratus empat puluh juta rupiah)
Total Imbalan Jasa : 3 % x Rp 240.000.000.- = Rp. 7.200.000,-
Adapun prosentase bagian-bagian tahap pekerjaan mengacu kepada Buku Pedoman Hubungan Kerja Antara Arsitek dan Pemberi Tugas 1991 yang di terbitkan IKATAN ARSITEK INDONESIA.(yang sketsarumah.com lakukan dengan huruf tercetak tebal / bold) :
1. Tahap Konsepsi (10 %)
2. Tahap (Pra) Perancangan (15 %)
3. Tahap Rancangan Pelaksanaan (30 %)
4. Tahap Pembuatan Dokumen Pelaksanaan / Gambar Kerja (32,5 %)

5. Tahap Pelelangan (2,5 %)
6.Tahap Pengawasan Berkala (10 %)
a. Tahap Konsepsi & Perancangan (10%+15%=25%) x Rp 7.200.000,-
atau 120m2 x Rp.15.000,-/m2 = Rp.1.800.000,-
b. Tahap Rancangan Pelaksanaan (30%) x Rp 7.200.000,-
atau 120m2 x Rp 18.000,-/m2 = Rp. 2.160.000,-
c. Tahap Pembuatan Dokumen Pelaksanaan / Gambar Kerja (32,5%) x Rp 7.200.000,- atau 120m2 x Rp 19.500,-/m2 = Rp 2.340.000,-
TOTAL (87,5%) = Rp 6.300.000,-
4.Cara Pembayaran
Cara pembayaran Imbalan Jasa adalah sesuai dengan yang tertulis pada Aturan Main Hubungan Kerja antara Pemberi Tugas dan Arsitek, yaitu :

a. Imbalan Jasa dilakukan selambat-lambatnya 7 hari setelah perjanjian tertulis dikirim kepada Pemberi Tugas atau tahap pekerjaan sebelumnya telah disetujui oleh Pemberi Tugas.

b. Jika melewati batas 7 hari tidak dilakukan pembayaran maka hubungan kerja pada tahap bersangkutan dianggap ditunda sampai Pemberi Tugas melakukan pembayaran.

c. Jika melewati batas 28 hari tidak dilakukan pembayaran maka hubungan kerja pada tahap bersangkutan dianggap batal.

d. Cara Pembayaran adalah melalui transfer Rekening Bank :

BANK BCA
Nomor Rekening : 1220835291
Kantor Cabang : KCU Magelang
Atas Nama : Rachmadi Triatmojo

BANK MANDIRI
Nomor Rekening 124-00-0440044-7
Kantor Cabang : KC Magelang
Atas Nama : Rachmadi Triatmojo

5.Waktu Mulai Berlaku Perjanjian

Perjanjian pada setiap Tahap Pekerjaan berlaku ketika Pemberi Tugas telah menyelesaikan Imbalan Jasa pada Tahap Pekerjaan yang bersangkutan dan Arsitek telah mengkonfirmasi bahwa Arsitek telah menerima pambayaran tersebut.

6.Lain-lain

a. Dengan disetujuinya Surat Perjanjian ini, maka dengan sendirinya disetujui pula Aturan Main yang telah dilampirkan.

b. Bila ada hal-hal yang belum ditetapkan dalam perjanjian ini, maka dapat di musyawarahkan kembali antara Arsitek dan Pemberi Tugas.

Demikianlah surat Perjanjian Hubungan Kerja antara Arsitek dan Pemberi Tugas dibuat rangkap dua asli dan ditanda tangani dalam keadaan sehat badan dan pikiran serta tanpa adanya unsur paksaan dari orang lain.

2010

PIHAK PEMBERI TUGAS PIHAK ARSITEK





( ) (Ir. Rachmadi Triatmojo)


Sumber : - http://www.sketsarumah.com/p/contoh-surat-perjanjian.html

- analisapdk.googlecode.com



Minggu, 06 November 2011

Pengaplikasian UU No 26 Thn 2007

Penataan ruang sebagai pendekatan dalam pelaksanaan pembangunan telah memiliki

landasan hukum sejak pemberlakuan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang
Penataan Ruang. Dengan penataan ruang diharapkan dapat terwujud ruang kehidupan yang
aman, nyaman, produktif, dan berkelanjutan. Tetapi hingga saat ini kondisi yang tercipta
masih belum sesuai dengan harapan. Hal ini terlihat dari tantangan yang terjadi terutama
semakin meningkatnya permasalahan bencana banjir dan longsor; semakin meningkatnya
kemacetan lalu lintas di kawasan perkotaan; belum terselesaikannya masalah permukiman
kumuh; semakin berkurangnya ruang publik dan ruang terbuka hijau di kawasan perkotaan;
serta belum terpecahkannya masalah ketidakseimbangan perkembangan antarwilayah.
Berbagai permasalahan tersebut mencerminkan bahwa penerapan UU No. 24/1992 tentang
Penataan Ruang belum sepenuhnya efektif dalam menyelesaikan permasalahan yang ada,
terutama memberikan arahan kepada seluruh pemangku kepentingan dalam
penyelenggaraan penataan ruang guna mewujudkan ruang yang aman, nyaman, produktif,
dan berkelanjutan. Kondisi ini merupakan latar belakang dari penyusunan dan
pemberlakuan Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (UUPR) yang
dimaksudkan untuk memperkuat norma penyelenggaraan penataan ruang yang sebelumnya
diatur dalam Undang-Undang No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang.
Adanya berbagai ketentuan baru dalam UUPR memiliki implikasi terhadap berbagai aspek
penyelenggaraan penataan ruang, baik aspek kelembagaan, aspek hukum, aspek teknis, serta
aspek sosiologis. Implikasi terhadap aspek kelembagaan mencakup implikasi terhadap
tatanan organisasi penyelenggara pemerintahan, tata laksana, dan kualifikasi sumber daya
manusia, baik yang bekerja pada sektor publik (pemerintah), swasta, maupun masyarakat
pada umumnya. Makalah ini akan membahas garis besar implikasi penerapan UUPR
terhadap kebutuhan peningkatan kualitas sumber daya manusia, khususnya para perencana
ruang serta peran asosiasi profesi perencana (IAP) ikut dalam merespon perubahan yang
terjadi.


ISU STRATEGIS PENYELENGGARAAN PENATAAN RUANG PASCA
PEMBERLAKUAN UUPR

Beberapa ketentuan baru berikut isu terkait penerapannya adalah sebagai berikut:
1. Pembagian kewenangan secara tegas antara Pemerintah, pemerintah provinsi dan
pemerintah kabupaten/kota.
2. Penegasan muatan rencana tata ruang

Ketentuan tersebut di atas menuntut kualitas rencana tata ruang wilayah yang tinggi, di
mana rencana tata ruang wilayah harus memperhatikan:
a. perkembangan lingkungan strategis (global, regional, nasional);
b. upaya pemerataan pembangunan;
c. keselarasan pembangunan nasional dan daerah;
d. daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup;
e. rencana tata ruang yang terkait dengan wilayah perencanaan (rencana tata ruang
wilayah administratif yang lebih tinggi/lebih rendah; rencana rinci tata ruang dari
wilayah administrasi yang lebih tinggi; serta rencana tata ruang wilayah dari daerah
yang berbatasan)
3. Sifat komplementer antara RTRWN, RTRWP, dan RTRWK
4. Penerapan standar pelayanan minimal dalam penyelenggaraan penataan ruang
5. Perhatian yang lebih besar terhadap kelestarian lingkungan hidup
6. Keterkaitan antara rencana tata ruang dengan program pembangunan
7. Penegasan mengenai hak masyarakat
8. Penegasan kewajiban dan larangan serta ketentuan sanksi
9. Batas waktu penyesuaian rencana tata ruang dengan ketentuan UUPR

NO 24 THN 1992 'TATA RUANG'

Pasal 24

Dalam membangun lingkungan siap bangun selain memenuhi ketentuan
pada Pasal 7, badan usaha di bidang pembangunan perumahan wajib:
a. melakukan pematangan tanah, penataan penggunaan tanah, penataan
penguasaan tanah, dan penataan pemilikan tanah dalam rangka
penyediaan kaveling tanah matang;
b. membangun jaringan prasarana lingkungan mendahului kegiatan
membangun rumah, memelihara, dan mengelolanya sampai dengan
pengesahan dan penyerahannya kepada pemerintah daerah;
c. mengkoordinasikan penyelenggaraan penyediaan utilitas umum;
d. membantu masyarakat pemilik tanah yang tidak berkeinginan
melepaskan hak atas tanah di dalam atau disekitarnya dalam
melakukan konsolidasi tanah;
e. melakukan penghijauan lingkungan;
f. menyediakan tanah untuk sarana lingkungan;
g. membangun rumah.

Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan, dan
ruang udara sebagai. satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan
makhluk lainnya hidup dan melakukan kegiatan serta memelihara
kelangsungan hidupnya.
2. Tata ruang adalah wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang, baik
direncanakan maupun tidak.
3. Penataan ruang adalah proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan
ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.
4. Rencana tata ruang adalah hasil perencanaan tata ruang.
5. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta
segenap unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan
berdasarkan aspek administratif dan atau aspek fungsional.
6. Kawasan adalah wilayah dengan fungsi utama lindung atau budi daya.
7. Kawasan lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi
ulama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup
sumber daya alam dan sumber daya buatan.
8. Kawasan budi daya adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi
utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber
sumber daya manusia, dan sumber daya buatan.
9. Kawasan perdesaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama
pertanian termasuk pengelolaan sumber daya alam dengan susunan
fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan
jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
10. Kawasan perkotaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama
bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat
permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa
pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.
11. Kawasan tertentu adalah kawasan yang ditetapkan secara nasional
mempunyai nilai strategis yang penataan ruangnya diprioritaskan.

PADA TATA RUANG DI BAGI MENJADI
(1) Rencana tata ruang dibedakan atas:
a. Rencana Tata Ruang wilayah Nasional;
b. Rencana Tata Ruang wilayah Propinsi Daerah Tingkat I;
c. Rencana Tata Ruang wilayah Kabupaten/Kotamadya Daerah
Tingkat II.

A.RENCANA TATA WILAYAH NASIONAL
(1) Rencana Tata Ruang wilayah Nasional merupakan strategi dan arahan
kebijaksanaan pemanfaatan ruang wilayah negara, yang meliputi:
a. tujuan nasional dari pemanfaatan ruang untuk peningkatan
kesejahteraan masyarakat dan pertahanan keamanan;
b. struktur dan pola pemanfaatan ruang wilayah nasional;
c. kriteria dan pola pengelolaan kawasan lindung, kawasan budi
daya, dan kawasan tertentu.
(2) Rencana Tata Ruang wilayah Nasional berisi:
a. penetapan kawasan lindung, kawasan budi daya, dan kawasan
tertentu yang ditetapkan secara nasional;
b. norma dan kriteria pemanfaatan ruang;
c. pedoman pengendalian pemanfaatan ruang.
(3) Rencana Tata Ruang wilayah Nasional menjadi pedoman untuk:
a. perumusan kebijaksanaan pokok pemanfaatan ruang di wilayah
nasional;
b. mewujudkan keterpaduan, keterkaitan, dan keseimbangan
perkembangan antara wilayah serta keserasian antar sektor;
c. pengarahan lokasi investasi yang dilaksanakan Pemerintah dan
atau masyarakat;
d. penataan ruang wilayah Propinsi Daerah Tingkat I dan wilayah
B.Kabupaten/Kotamadya Daerah Tingkat II.
(4) Jangka waktu Rencana Tata Ruang wilayah Nasional adalah 25 tahun.
(5) Rencana Tata Ruang wilayah Nasional ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah.
Rencana tata ruang di atur sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
digambarkan dalam peta wilayah negara Indonesia, peta wilayah
Propinsi Daerah Tingkat I, peta wilayah Kabupaten Dacrah Tingkat II,
dan peta wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II, yang tingkat
ketelitiannya diatur dalam peraturan perundang-undangan.

jadi menurut saya, tercapainya pemanfaatan ruang yang berkualitas untuk mewujudkan kehidupan bangsa yang cerdas, berbudi luhur, dan
sejahtera,mewujudkan keterpaduan dalam penggunaan sumber daya
alam dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber
daya manusia,meningkatkan pemanfaatan sumber daya alam dan sumber
daya buatan secara berdaya guna, berhasil guna, dan tepat
guna untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia,mewujudkan perlindungan fungsi ruang dan mencegah serta
menanggulangi dampak negatif terhadap lingkungan yang sudah di atur dalam UUD pada setiap daerah tingkat NASIONAL sampai tingkat II.

Sabtu, 05 November 2011

HUKUM PERIKATAN DALAM JASA KONSTRUKSI

Perikatan adalah hubungan hukum yang terjadi antara orang yang satu dengan orang yang lain karena perbuatan,peristiwa atau keadaan. Oleh karena itu dibentuk undang-undang untuk mengatur kelancaran dalam perikatan tersebut, agar kedua belah pihak dapat memahami apa hak dan kewajibannya.
Salah satu bentuk dari hukum perikatan adalah kontrak kerja. Setiap perikatan kontrak kerja harus memenuhi persyaratan sebagai berikut :
• Pertama, sepakat mereka mengikatkan diri,
• Kedua, kecakapan untuk membuat suatu perikatan,
• Ketiga, oleh karena suatu hal tertentu,
• Keempat, suatu sebab yang halal.

Keuntungan dibuatnya kontrak kerja ialah agar kedua pihak yang bekerja sama dapat menyusun bersama ketentuan di dalam kerja sama tersebut, termasuk sanksi yang akan didapat jika kontrak tersebut dilanggar. Sehingga kedua pihak dapat memahami dan menjalankan kewajibannya dan mengetahui haknya. Dan jika ada pihak yang merasa dirugikan oleh pihak lain dari kesepakatan yang ada, pihak tersebut dapat memberi sanksi kepada pihak lainnya serta menuntut ke pengadilan.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi dijelaskan bahwa salah satu usaha untuk meningkatkan kemampuan jasa konstruksi nasional adalah pemenuhan kontrak kerja konstruksi yang dilandasi prinsip kesetaraan kedudukan antar pihak dalam hak dan kewajiban. Dengan kesetaraan di antara para pihak di dalam kontrak diharapkan dapat terwujudnya daya saing yang andal dan kemampuan untuk menyelenggarakan pekerjaan secara lebih efisien dan efektif. Namun, dalam praktek masih diakui bahwa belum ada kesetaraan hak dan kewajiban diantara para pihak dalam suatu kontrak kerja jasa konstruksi.

Berdasarkan pasal 1 angka 1 UU Jasa Konstruksi, terdapat 2 (dua) pihak di dalam suatu kontrak kerja jasa konstruksi, yaitu pengguna jasa dan penyedia jasa. Yang dimaksud dengan Pengguna jasa adalah: (1)orang perorang, baik warga negara Indonesia maupun asing; (2) badan usaha, baik badan hukum maupun tidak berbadan hukum, baik Indonesia maupun asing; dan (3) badan yang bukan badan usaha tapi berbadan hukum, yaitu pemerintah dan atau lembaga negara dimana pemerintah dan atau lembaga negara dengan menggunakan anggaran yang telah ditentukan baik dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Sedangkan yang dimaksud dengan Penyedia jasa adalah baik perorangan maupun badan usaha nasional, baik yang badan hukum maupun non badan hukum. Penyedia jasa ini di bagi ke dalam kriteria badan usaha berskala besar, menengah dan kecil. Pembagian jenis badan usaha ini dimaksudkan agar seluruh lapisan masyarakat atau swasta dapat ikut berperan serta di dalam pekerjaan di bidang jasa konstruksi ini.

Kontrak kerja jasa konstruksi pada azasnya harus dibuat dalam bentuk tertulis, karena selain ditujukan untuk pembuktian, kontrak kerja jasa konstruksi tergolong perjanjian yang mengandung resiko bahaya yang menyangkut keselamatan umum dan tertib bangunan. Dengan melihat pada fungsi dan pentingnya suatu perjanjian jasa konstruksi maka suatu perjanjian jasa konsruksi harus memenuhi ketentuan baik ketentuan-ketentuan dasar mengenai perjanjian maupun ketentuan khusus dalam jasa konstruksi. Dalam hukum perjanjian untuk sahnya suatu perjanjian/kontrak harus memenuhi syarat sahnya suatu perjanjian (Ps. 1320 KUHPdt). Demikian pula dengan kontrak jasa konstruksi. Untuk sahnya suatu kontrak jasa konstruksi, harus memenuhi pasal 1320 KUHPdt, yaitu pihak pengguna jasa dan penyedia jasa harus sepakat, cakap dan berwenang dalam mengikatkan diri dalam parjanjian; objek perjanjian harus jelas, dan perjanjian tidak bertentangan dengan kesusilaan, ketertiban dan undang-undang yang berlaku.

Di dalam azas kebebasan berkontrak (Pasal 1338 KUHPdt), para pihak bebas untuk mengadakan perjanjian dengan siapa pun, mengenai perjanjian apa pun dan mengenai bentuk perjanjian yang dikehendaki. Juga mengenai mengadakan atau tidak mengadakan perjanjian. Pada kontrak jasa konstruksi, para pihak dapat bebas untuk menentukan dengan siapa mengadakan perjanjian, meskipun pemilihan pihak penyedia jasa harus melalui proses pelelangan terlebih dahulu (pasal 17 UU no. 18 Tahun 1999). Dengan proses pelelangan terlebih dahulu, diharapkan tujuan mendapatkan penyedia jasa yang memenuhi syarat dan professional dapat dicapai.

BERLAKUNYA SUATU PERJANJIAN JASA KONSTRUKSI

Pada umumnya perjanjian mulai berlaku dimana para pihak menyatakan sepakat atas perjanjian. Dalam menuangkan kesepakatannya tersebut, para pihak bisa secara lisan atau tertulis, yaitu pada saat ditandantanganinya perjanjian. Terdapat kekhasan dari perjanjian jasa konstruksi, yaitu sebelum ditandatanganinya perjanjian, para pihak harus melalui prosespengikatan. Dengan proses pengikatan ini, para pihak dianggap telah mengikatkan diri dalam perjanjian dan apabila salah satu pihak telah lalai atau sengaja membatalkan perjanjian, maka dapat dikenakan sanksi. Dalam hal jasa konstruksi ini, pihak penyedia jasa yang memenangkan lelang atau penyedia jasa yang ditunjuk dianggap telah menyetujui perjanjian jasa konstruksi, meskipun kontrak kerjanya belum ditandatangani atau bahkan belum dibuat. Dengan diterbitkannya Surat Penetapan Pemenang Tender (SPPT) dan dilanjutkan dengan terbitnya Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK) maka pihak penyedia jasa harus memulai pekerjaannya. Di dalam SPMK, biasanya yang tertuang adalah perintah untuk memulai suatu pekerjaan ditambah dengan keterangan harga borongan, jangka waktu pengerjaan dan syarat pengerjaan. Hal-hal tersebut sangat umum, dan untuk hal-hal yang lebih rinci diatur di dalam perjanjian/ kontrak, yang justru seringkali memakan waktu yang lama dalam proses penyusunannya.

Berdasarkan pasal 1338 KUHPdt, para pihak bebas untuk menentukan bentuk dan isi perjanjian, namun kebebasan untuk menentukan bentuk dan isi perjanjian sekiranya telah hilang, karena di dalam pasal 22 UU Jasa Konstruksi telah ditentukan isi dari suatu kontrak kerja jasa konstruksi. Bentuk perjanjian jasa konstruksi yang ada adalah bentuk kontrak standar, dengan tujuan untuk menjaga agar kontrak dan pelaksanaan tetap mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan. Para pihak terutama pihak penyedia jasa tidak mempunyai kebebasan dalam menentukan kontrak jasa konstruksi. Karena semua proses dari tahapan awal dari pendaftaran sampai dengan penetapan pemenang lelang semuanya telah diatur oleh undang-undang berikut peraturan pelaksanaannya termasuk dalam perjanjian kontrak jasa konstruksi telah diatur dalam bentuk standar kontrak. Pihak pengguna jasa dalam hal ini terutama pemerintah dan atau lembaga negara lebih dominan untuk menentukan isi perjanjian.

HAK DAN KEWAJIBAN PARA PIHAK DALAM KONTRAK JASA KONSTRUKSI

Meskipun dalam pasal 22 UU Jasa Konstruksi telah ditentukan hal-hal yang seharusnya dimuat dalam kontrak, tetapi dalam praktek hak-hak dan kewajiban para pihak masih belum seimbang, Hal ini dapat dilihat dari banyaknya ketentuan-ketentuan bagi penyedia jasa. Dalam kontrak kewajiban-kewajiban penyedia jasa lebih diutamakan daripada hak-haknya.Sedangkan hak-hak pengguna jasa lebih diutamakan. Misalnya dari segi pembayaran. Di dalam kontrak pada umumnya hanya memuat tata cara pembayaran yang harus dilakukan oleh pihak pengguna jasa. Namun jarang sekali yang memuat ketentuan-ketentuan bilamana pengguna jasa tidak dapat memenuhi kewajibannya, misalnya lalai dalam pembayaran. Bagaimana hak penyedia jasa dimana terdapat kesalahan dalam rencana gambar/spesifikasi sedangkan penyedia jasa dalam menjalankan pekerjaan dibatasi dengan waktu pengerjaan, Bila penyedia jasa tidak dapat melaksanakan pekerjaan sesuai waktu atau tidak dapat melaksanakan pekerjaan sesuai dengan rencana gambar dan spesifikasi, penyedia jasa dikenakan sejumlah sanksi. Contoh lain adalah penyedia jasa berkewajiban dalam memberikan jaminan, terutama jaminan uang muka. Apabila jaminan uang muka tersebut tidak dapat diberikan oleh penyedia jasa, maka pengguna jasa tidak dapat melakukan pembayaran sedangkan waktu pelaksanaan pekerjaan terbatas.

Contoh surat perjanjian

SURAT PERJANJIAN KERJA
Nomor : OO1/SPK015/XI/05

T E N T A N G
PEKERJAAN PEMBANGUNAN DINDING PARTISI PT. JAYA MAJU
CABANG BEKASI
ANTARA
PT. ANTARA

DENGAN
CV. PANCA INDERA


Pada hari ini Kamis tanggal Dua Bulan November tahun Dua Ribu Lima kami yang bertanda tangan di bawah ini :
1. Nama : HASAN
Jabatan : Branch Controller
Mewakili : PT ANTARA
Alamat : Jalan Mawar - Bekasi

Yang selanjutnya dalam Surat Perjanjian Kerja ini disebut PIHAK PERTAMA.


2. Nama : SEPTIADI
Jabatan : General Manager
Mewakili : CV PANCA INDERA
Alamat : Jl. Alamanda - Bekasi
Telpon : 021-729 2727
Yang selanjutnya dalam Surat Perjanjian Kerja ini disebut PIHAK KEDUA.


PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA telah sepakat bersama-sama mengadakan Perjanjian / Kontrak Kerja Pekerjaan PEMBANGUNAN DINDING PARTISI PT. JAYA MAJU Cabang BEKASI yang mengikat menurut ketentuan sebagaimana tercantum menurut pasal-pasal sebagai berikut :

PASAL 1

TUGAS PEKERJAAN

PIHAK PERTAMA dalam kedudukannya seperti tersebut diatas memberi tugas kepada PIHAK KEDUA dan PIHAK KEDUA menerima tugas-tugas tersebut untuk melaksanakan Pekerjaan PEMBANGUNAN DINDING PARTISI PT JAYA MAJU cabang BEKASI.
PASAL 2

JUMLAH HARGA BORONGAN

Jumlah Harga Borongan pekerjaan tersebut adalah sebesar Rp. 99,000,000.-- (Sembilan Puluh Sembilan Juta Rupiah) sesuai bahan/material yang tertera di dalam penawaran akhir. (Lihat lampiran A)

PASAL 3

CARA PEMBAYARAN

1. PIHAK KEDUA dapat menerima uang muka sebesar 30% dari nilai kontrak atau sebesar 30% x Rp. 99.000.000 = Rp. 29,700,000.-- (Dua Puluh Sembilan Juta Tujuh Ratus Ribu Rupiah ), melalui Bank BNI 1234-242-1414begin_of_the_skype_highlighting 1234-242-1414 end_of_the_skype_highlighting dan pekerjaan akan dimulai setelah diadakan pembayaran uang muka dari pihak pertama.

2. Pembayaran berikutnya dilaksanakan oleh PT JAYA MAJU Cabang BEKASI yang diatur sebagai berikut :

a). Pembayaran kedua sebesar 30 % dari harga borongan apabila kemajuan fisik pekerjaan telah mencapai 65 % yang di buktikan dengan laporan kemajuan fisik.
b). Pembayaran Ketiga sebesar 35% dari harga borongan yang di bayarkan apabila kemajuan pekerjaan telah mencapai 100% yang di buktikan dengan laporan kemajuan fisik.
c). Pembayaran Keempat sebesar 5 % apabila masa waktu pemeliharaan telah selesai selama 1 bulan.
PASAL 4

LAMA PEKERJAAN DAN SANKSI

1. Lama pekerjaan yang disanggupkan adalah 40 hari sejak hari Rabu tanggal 10 November 2005 (uang muka diterima) sampai dengan penyerahan pada hari Jumat tanggal 10 Desember 2005.
2. Apabila terjadi keterlambatan penyerahan hasil pekerjaan maka berdasarkan Surat Perjanjian Kerja ini, PIHAK KEDUA dikenakan denda sebesar 1/1000 (Satu Perseribu) dari Harga Borongan / Nilai Kontrak untuk setiap hari kelambatan.
PASAL 5

PERSELISIHAN DAN DOMISILI

1. Apabila terjadi perselisihan antar kedua belah pihak, maka pada dasarnya akan diselesaikan secara musyawarah.

2. Apabila dalam musyawarah tersebut tidak diperoleh penyelesaian, maka perselisihan tersebut diselesaikan oleh suatu Panitia Arbitrage yang terdiri dari seorang wakil PIHAK PERTAMA, seorang wakil PIHAK KEDUA dan seorang wakil PIHAK KETIGA yang dipilih oleh kedua belah pihak yang memilih tempat kedudukan yang sah dan tidak berubah di kantor Pengadilan Negeri Bangka -Belitung.

3. Selama proses penyelesaian perselisihan dengan cara musyawarah, tidak dapat dijadikan alasan untuk menunda pelaksanaan pekerjaan sesuai jadwal yang ditetapkan.
PASAL 6

P E N U T U P

1. Surat perjanjian Kerja ini dinyatakan sah, mengikat kedua belah pihak dan berlaku setelah ditanda tangani oleh kedua belah pihak pada hari, tanggal, bulan dan tahun tersebut di atas.

2. Surat Perjanjian Kerja ini dibuat dalam 2 rangkap bermaterai cukup / Rp. 6.000,- (Enam Ribu Rupiah) dan mempunyai kekuatan hukum yang sama untuk PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA dan selebihnya diberikan kepada pihak-pihak yang ada hubungannya dengan pekerjaan ini.